Romadlon adalah isim ghoiru
munshorif (karena isim alam yang ada tambahan alif dan nun), yang apabila
majrur maka alamatnya dengan FATHAH, namun apabila menjadi mudhof atau
kemasukan Alif-Lam (AL) maka majrurnya isim ghoiru munshorif menggunakan KASROH
menjadi ROMADLONI (ni) bukan na.
Imam
Ibnu Malik di dalam bait alfiyahnya berkata :
وَجُرَّ بِالْفَتْحَةِ مَا لاَ يَنْصَرِفْ * مَا لَمْ
يُضَفْ أَوْ يَكُ بَعْدَ أَلْ رَدِفْ
Dan
dijerkan dengan FATHAH terhadap isim yang tidak menerima tanwin, selama tidak
dimudhofkan atau berada setelah AL yang mengiringinya
Dan
karena niat puasa yang dikenal di Indonesia dan Malaysia di akhiri oleh lafadz
HADHIHI AS-SANATI (ti), maka hal ini menunjukkan bahwa ROMADLON menjadi mudhof
yang harus dibaca jer dengan kasroh menjadi ROMADLONI (ni), bukan na
Sehingga
niat puasa Romadlon kalau diucapkan menjadi :
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ
رَمَضَانِ هَذِهِ السَّنَةِ لِلّه تَعَالَى
NAWAITU
SHOUMA GHODIN ‘AN ADAA-I FARDHI SYAHRI ROMADHOONI HADHIHIS-SANATI LILLAAHI TA’ALA
Romadlon
kalau tidak diidlofahkan (dibaca jer dengan kasroh) maka maknanya fasid, karena
niat hanya butuh (dzorof) waktu sekejap pada malam dia niat, bukan setahun.
Di
dalam Kitab I’anatu at-Tholibin, juz 2/253, dijelaskan :
يقرأ رمضان بالجر بالكسرة لكونه مضافا إلى ما بعده وهو
إسم الإشارة
Romadloni
(ni) dibaca jer dengan KASROH karena keadaannya menjadi mudhof kepada kalimat
setelahnya yaitu isim isyaroh
Dan
niat puasa tetap SAH walaupun salah i’rob di dalamnya, karena letak niat itu di
dalam hati. Namun apabila niat diucapkan, maka hendaknya tidak salah dalam
i’rob.
Tambahan:
Romadlon harus dibaca kasroh (ni) jika memang susunan kalimatnya demikian.
Romadlon harus dibaca kasroh (ni) jika memang susunan kalimatnya demikian.
Namun
Romadlon juga boleh dibaca fathah jika lafadz setelahnya yang berupa isim
isyaroh menjadi dzorof bukan menjadi mudlof ilaihi yaitu Hadzihis sanata
(dibaca fathah)
Nawaitu
shouma ghodin 'an adaai fardli sayhri ROMADLONA Hadzihis SANATA.
Wa Allahu'alam
0 Comments